Nasehat

26 Januari 2011
0 komentar


Bukiktinggi nak taruih ka Baso
Ka Payokumbuah harilah sanjo
Hutang ameh tantu lah biaso
Basangkuik budi susah balehnyo

Sutan Sati yo babaju lakan
Pai ka balai naiak lah kudo
Pangkek tinggi yo ajuangnyo badan
Indak babudi urang tak sangko

Marantak kudo si Angku Damang
Tando nagari nan ka baparang
Sungguahpun kayo nan dipandang urang
Bansaik babudi disayang urang

Rami balainyo urang Kurai Taji
Manuka anak urang Ampalu
Elok budi yo pakaian diri
Kamari pai urang katuju

Baca Selengkapnya

Minta Maaf

0 komentar


Anak lah bakiak di tangah lah sawah
Tabang lah punai kadalam padi
Kambang lah lapiak sapu lah rimah
Indang dimulai lah hanyo lai

Sabalun indang, indang ka dimulai
Kami susun, yo susun sapuluah jari
Kalau lah ado kato nan tagajai
Maaf dipintak yo ampunkan kami

Kami baindang ganti baganti
Nantikan kami sampai parak siang
Baitu adaik alek nagari
Pusako lamo indak ka hilang

Kalau ado, yo ado jarum nan patah
Usah simpan oi kanduang didalam peti
Kalau ado, yo ado kato nan salah
Usah simpan oi kanduang didalam hati

Sandang lah pangapan padi tu kini
Ambiak ka baniah banamo si lantiak bega
Kadipangakan hati ko kini
Kok lai buliah ka sanak mamintak aka

Sabalah saba si bayang serai
Hari lah laruik ditangah malam
Kok ado kato nan lah tagajai
Saketek usah manjadi dandam



Baca Selengkapnya

Pemandangan Puncak Langkisau

23 April 2010
1 komentar
Sumatera Barat memang memiliki objek wisata yang kompleks, mulai dari laut, pegunungan, danau, air terjun dan lainnya. Hal ini cukup sulit ditemukan didaerah lain, karena anugrah geografis inilah kita bisa menikmati keindahan alam di beberapa daerah di Sumatera Barat.

Salah satu Objek wisata yang cukup diandalkan adalah “Puncak Langkisau” yang berada di Daerah Painan-Pesisir Selatan-Sumatera Barat. Lokasi ini bisa dijangkau dari Pusat Kota Painan, sekitar 4 Km. Akses ke lokasi ini pun melewati lokasi wisata unggulan lainnya di Pesisir Selatan yaitu “Pantai Carocok”. Dengan dikelilingi oleh Lautan di sisi baratnya, bisa terbayang indahnya hamparan biru laut yang bisa kita nikmati.

Seperti terlihat pada gambar diatas, dan di sebelah timur akan terhampar indahnya susunan pemukiman penduduk seperti pada gambar di bawah ini.
Puncak Langkisau ini oleh pemerintah setempat mulai dikembangkan dan akan dijadikan salah satu ikon terbaru objek wisata daerah Pesisir Selatan. Sehingga di Puncak langkisau ini sedang dikembangkan salah satu cabang olah raga yang menantang/ekstreem yaitu olah raga “Para layang” dengan menggandeng Federasi Aero Sport Indonesia sebagi penguat eksistensi lokasi ini.
Dilokasi ini juga terdapat beberapa vila-vila mewah, dan tidak tertutup kemungkinan akan didirikan fasilitas penginapan/hotel yang bisa digunakan oleh para pengunjung atau turis. Seperti vila yang terlihat dibawah ini, keindahan alam ditambah dengan keasrian rumah tersebut menambah kharismatik lokasi puncak langkisau ini.
Pesisir Selatan memiliki beberapa objek wisata yang telah terkenal sampai ke manca negara, seperti jembatan akar di Bayang Sani, Pulau Cubadak, Pulau Cingkuak, Pantai Carocok, Mandeh Resort dan banyak lagi yang lainnya. Semua objek wisata ini sedang berbenah diri untuk menyikapi tantangan dunia pariwisata kedepan. Pemerintah beserta masyarakat sudah mulai bersinergi untuk mengembangkan dan mengeksploitasi keungulan pariwisata di daerah ini.
Selain dijadikan objek wisata, Puncak langkisau juga dijadikan salah satu alternatif bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan bencana tsunami yang pada saat ini sering di isukan oleh beberapa ahli. Dari pusat kota terdapat beberapa penunjuk jalan yang bertuliskan “jalur evakuasi” yang mengarah ke Puncak Langkisau ini. Isu tsunami telah menjadi isu utama dikawasan bibir pantai yang mengitari kawsan Sumatera Barat, semua penduduk dan masyarakat yang tinggal di bibir pantai telah diberikan pengetahuan secara dini tanda-tanda akan terjadinya tsunami, sehingga jalur evakuasi ini sangat membantu moril dan psikologi masyarakat.
Masih banyak lagi objek wisata yang akan kita bahas di artikel selanjutnya, karena saya merasa sangat beruntung sekali bisa menjadi salah satu penduduk yang terlahir di bumi yang kaya akan wisata alamnya.

Baca Selengkapnya

Suasana Air Terjun Lembah Anai

0 komentar
Aia Tajun atau Aia Mancua Lembah Anai, itu lah yang orang Padang ucapkan ketika berkunjung ke ranah Minang di Sumatera Barat. Letak geografis Sumatera Barat yang berada dalam posisi patahan Sumangko, ternyata memiliki potensi sumber daya alam yang sangat mengagumkan. Salah satu dari pesona alami yang terkenal dan menjadi maskot pariwisata di Sumatera Barat adalah Air Terjun Lembah Anai.

Air Terjun Lembah Anai yang terletak di jalur antara kota Padang dan Kota Bukittinggi ini berjarak hanya sekitar 1 jam dari Bandara Internasional Minangkabau Padang. Lokasi Air terjun Lembah Anai tepat di pinggir jalan raya trans Sumatera. Di tengah hiruk pikuk bis antar kota yang melaju membelah hutan belantara nan rimbun di jalan yang berkelok, tersembunyi sebuah lukisan alam yang sangat indah bernama Lembah Anai. Entah darimana kata Lembah Anai berasal, namun keindahan air terjun alaminya telah membuat saya jatuh hati. Perpaduan antara gemericik air terjun dengan sungai kecil yang mengalir diantara rimbunan hutan belantara, menjadikan lukisan alam yang sangat sulit untuk dilupakan dari ingatan.

Hujan gerimis mengguyur ketika saya berkunjung ke tempat wisata air terjun ini, namun demikian itu tidak mengurangi kekaguman dan semangat saya untuk lebih mengeksplorasi pesona air terjun lembah anai. Suasana yang sejuk disertai kehadiran monyet-monyet liar dari balik rerimbunan hutan di sekitar air terjun, menambah suasana tempat wisata ini menjadi semakin menarik untuk dikunjungi.

Sekilas tentang air terjun lembah anai, ini merupakan salah satu kawasan konservasi cagar alam yang sangat dijaga keutuhan ekosistemnya dan menjadi kebanggaan bagi dunia pariwisata di Sumatera Barat. Dengan ketinggian air terjun sekitar 35 meter, air terjun lembah anai mempunyai keunikan tersendiri yaitu airnya yang jatuh agak memanjang dari atas.

Apabila berkunjung ke Sumatera Barat, tidak lengkap rasanya apabila kita tidak mengunjungi objek wisata Lembah Anai ini. Tiket masuknya pun relatif murah hanya 1500 rupiah dan kita bisa menikmati keindahan alami air terjun dengan suasana pegunungan yang sejuk dan syahdu. Apabila anda menyukai wisata alam, tempat perkemahan pun tersedia terletak tidak jauh dari lokasi air terjun. Sesungguhnya benar apa kata pepatah, bahwa Indonesia adalah negeri jamrud khatulistiwa yang kaya dengan keanekaragaman alam dan hayatinya.

Sumber : Kabar Indonesia

Baca Selengkapnya

Mesjid Tertua Di Sumbar

29 Maret 2010
2 komentar
MASJID Ganting yang terletak di bagian selatan Kota Padang merupakan masjid tertua di Kota Padang. Masjid yang mulai dibangun pada 1805 dan selesai hingga bentuk seperti sekarang pada 1910 ini, juga termasuk salah satu masjid tua di Indonesia dan menjadi pusat syiar Islam di Padang dan kota-kota pesisir barat Sumatera.

Desain Spanyol dan Timur Tengah mendominasi bagian depan bangunan. Tembok yang tebal tanpa atap di bagian depannya sekilas mengingatkan kita kepada benteng Spanyol. Ditambah gerbang-gerbang tanpa daun pintu mengesankan gerbang benteng. Hanya atap mirip pagoda yang muncul di bagian tengah, ditambah dua menara kiri kanan, memunculkan ciri khas arsitektur Cina dan surau tradisional di Ranah Minang.

Di tengah tembok depan terdapat dua pasang pilar yang sepintas mengapit pintu utama. Padahal ini bukan pintu masuk. Pintu masuk terdapat di kiri-kanan pilar. Bangunan berpilar dua kembar ini menjadi penghias. Apalagi ditambah dengan gaya atap yang dihiasi lima bulatan mirip granat tangan.

Dinding masjid bercat biru muda dengan akses garis-garis biru ini terlihat masih kokoh, meski sudah berusia lebih 200 tahun. Padahal bangunan utama masjid ini hanya dibuat dari bata merah dan batu kapur.

Di balik pintu-pintu dinding mirip benteng itu terdapat teras penghubung di sekeliling bangunan utama masjid dengan lebar 4 meter. Teras ini ditopang tiang kembar. Lantainya dari tegel bermotif geometris berwarna abu-abu. Tegel ini didatangkan dari Belanda pada pada 1900. Semula lantai ini hanya susunan batu kali yang diplester dengan tanah liat karena semen belum ada.

Tegel langsung dipesan dari Belanda melalui perusahaan NV Jacobson Van Der Berg, lengkap dengan semen bertong dan tenaga ahli. Pemasangan tegel selesai pada 1910. Tak kalah andilnya dalam pembangunan adalah seorang kapten militer Belanda dari Corps Genie yang juga Komandan Genie Sumatra Barat dan Tapanuli yang kantornya terletak tak jauh dari mesjid itu.

Dari teras memasuki ruangan utama terdapat pintu-pintu dan jendela-jendela besar mirip rumah sakit atau bangunan kantor di Indonesia peninggalan Kolonial Belanda dengan setengah kaca di bagian atasnya. Bedanya hanya ventilasi setengah lingkaran di atas jendela dan pintu yang dihiasi lubang-lubang bermotif.

Pintu Sorga yang Delapan

Yang menarik dari pintu ini adalah jumlahnya yang delapan buah. Ini mengartikan orang muslim memasuki masjid dengan niat memasuki pintu sorga yang delapan.

Ruang utama sendiri luasnya 30 meter X 30 meter. Meski tidak terlalu luas di ruangan ini berjejer 25 tiang segi enam berdiameter 50 cm. Masing-masing tiang diberi nama dengan kaligrafi dengan nama masing-masing satu nama nabi dan rasul. Mulai dari Adam hingga Muhammad.

Tiang-tiang ini berfungsi sebagai penyangga balok-balok kayu untuk penahan lantai bagian atas bangunan kayu yang mirip pagoda. Tiang-tiang yang juga terbuat dari bata merah dengan bahan perekat kapur dicampur putih telur ini sama sekali tidak menggunakan tulang besi. Bahkan balok-balok kayu hanya diletakkan di atasnya tanpa ikatan.

Gempa 6,7 Scala Richter yang mengguncang Padang pada 10 April 2005 yang bersumber dari Kepulauan Mentawai meretakkan 15 tiang ini, bahkan satu di antaranya terjatuh sebagian puncaknya.

Balok-balok kayu yang disangga tiang berukuran 25 cm X 25 cm dengan masing-masing panjang 6 meter. Kayu jenis rasak dan besi ini sekarang hampir tidak bisa ditemukan lagi di Sumatra. Dulu kayu ini didatangkan dari Indrapura (Pesisir Selatan) dan Pasaman yang dibawa dengan biduk ke Padang.

Lantai ruangan utama ini dihiasi ubin bermotif yang masih asli dan dulunya didatangkan dari Belanda. Ubin segi lima ini bermotif kembang hitam dengan bulatan merah tua di tengahnya. Kalaupun ada tambahan keramik baru, itu adalah keramik putih untuk dinding dan tiang-tiang yang dipasang.

Penyambung Imam Sumbangan Kapten Cina

Sementara itu atap masjid adalah jenis atap tumpeng atau segi tiga. Dulunya tumpeng bersusun 4 dan mengerucut diatasnya. Namun kemudian diubah dan ditambah dengan dua bangunan menyerupai rumah angin berdesain Cina.

Pada lantai tiga dan empat dibagian atap dibuat ruangan yang dikelilingi kisi-kisi angin semacam jalusi. Pada puncak atap masjid terdapat gobah yang menyerupai nenas ditambah dengan simbol bulan bintang. Bagian ini adalah desain bergaya Cina.

Atapnya terdiri dari atap seng yang berukuran bwg 20, tetapi belum pernah diganti.Lotengnya yang pertama terdiri dari papan tarahan, tetapi karena sudah lapuk, diganti enternit.

Dulunya pada tingkat dua yang berlantai papan ini dipergunakan oleh santri masjid untuk bermain rebana tiap Ramadan hingga sahur, sementara yang lainya bertadarus di lantai satu.

Rangka atap atau kuda-kudanya terdiri dari sistem 'rasuak palanca' atau pahatan tembus.

Antara tingkatan atap bawah dengan tingkat atas diberi dinding angin yang berjarak setinggi 80 cm. Dinding angin ini ditutup dengan kayu berukir. Kayu berukir ini dikerjakan dengan corak bunga yang sama tetapi di pahat .

Bangunan di lantai dua ini juga sering digunakan untuk menggelar rapat. Di bagian tengah ruangan masjid dibangun tempat penyambung iman, karena saat itu ruangan masjid yang luasnya 900 meter persegi itu dirasakan terlalu luas sehingga makmum tidak bisa mendengarkan imam. Dengan dibangun tempat penyambung imam maka kesulitan yang dialami para makmum untuk mendengar suara imam dapat diatasi.

Tempat penyambung imam itu dibangun di tengah ruangan masjid sekaligus dapat digunakan untuk tangga naik ke puncak mesjid. Dana untuk tempat penyambung imam ini disumbangkan oleh Kapten Cina Cap Gho Meh yang juga seorang Cina terkaya di Padang saat itu.

Bahkan tempat penyambung imam ini diukir langsung oleh pengukir Cina yang ada di Padang. Sayangnya pada 1978 tempat penyambung imam ini dibongkar pengurus masjid saat itu karena ada yang lapuk dan dianggap mengganggu.

Mesjid Pertama di Padang

Masjid ganting merupakan masjid pertama di Kota Padang, karena sebelumnya waktu itu yang ada hanya surau-surau kecil. Pembangunan masjid ini dilakukan tiga periode selama lebih satu abad.

Cikal bakal masjid ini adalah sebuah surau dari kayu yang terletak tidak di lokasi itu pada 1700-an. Surau ini dibongkar karena terkena proyek jalan ke Emmahaven (Pelabuhan Teluk Bayur) yang dibuat Kolonial Belanda.

Pada 1805 tiga pimpinan setempat, masing-masing seorang ulama, saudagar, dan pimpinan kampung di Ganting memusyawarahkan pendirian mesjid. Mereka meminta bantuan saudagar-saudagar di Pasar Gadang (Padang Kota Lama) dan ulama tak hanya di Sumatra Barat, tapi hingga ke Sumatera Barat dan Aceh.

Bantuan datang tak hanya dalam bentuk uang, tapi juga tenaga tukang ahli dari pedalaman Sumatra Barat (Minangkabau). Selama lima tahun, masjid ini siap pada 1810 dengan bahan kayu, batu kali, bata, dengan pengikat kapur dicampur putih telur. Bangunan yang dibangun bangunan utama sekarang ini.

Periode kedua pada 1900 hingga 1910 adalah periode pemasangan tegel yang didatangkan dari Belanda dengan semen, serta pembuatan bagian depan masjid yang mirip dengan benteng spanyol. Dalam pembangunan ini bantuan tenaga juga datang dari Komandan Genie (Militer Belanda). Periode ketiga pembuatan menara kiri-kanan masjid hingga siap pada 1967.

Dalam perjalanan sejarah Kota Padang, masjid turut memberikan andil. Selain lokasi pengembangan agama Islam di Sumatra, juga pernah dijadikan lokasi Jambore Hisbul Wathan se-Indonesai pada 1932, dijadikan lokasi rapat pemuda pejuang di zaman proklamasi dan revolusi 1945. Pada 1942, Ir. Soekarno (Presiden Pertama) pernah menginap di rumah di belakang masjid dan selalu salat di masjid ini.

Hingga kini Masjid Raya Ganting sering dikunjungi pejabat dan tamu negara beragama Islam jika berkunjung ke Padang dan objek wisata sejarah bagi wisatawan asing.

Sumber : Wisata Minang

Baca Selengkapnya

Lobang Jepang

5 Maret 2010
0 komentar
Terowongan sepanjang 4 km berliku di perut Kota Wisata Bukittinggi — peninggalan zaman penjajahan Jepang, terbuka untuk kaum pelancong. Petunjuk tentang apa yang ada di dalamnya, sejauh ini baru sebatas catatan di gerbang gua.
ATTENTION…! Untuk kepuasan dan kenyamanan anda, para pengunjung Taman Panorama dan Lobang Jepang, kami menyediakan jasa pemandu yang berlisensi. Begitulah gaya pengumuman di kertas lusuh yang ditempel di dinding tebing, beberapa langkah dari gerbang Lubang Jepang di Ngarai Bukittinggi, Sumatera Barat.

Lalu di bawahnya, ada selembar kertas lagi berisi tulisan: Pengunjung yang terhormat. Nikmatilah keunikan serta keindahan Lobang Jepang ini !!! Mohon jangan melakukan aktivitas yang melanggar aturan serta perbuatan asusila !!! Semua aktivitas anda termonitor pada kamera kami… Terimakasih atas perhatiannya, ttd… Penanggung Jawab.


Di sebelahnya — masih pada dinding yang sama, ada panil denah terowongan di perut Kota Bukittinggi ini. Di situ tertulis petunjuk apa saja yang ada di dalam gua tersebut. Yaitu, ada mini teater, lorong maket geologi dan tatakota, lorong patung akrilik, lorong museum geologi, lorong pameran lukisan dan foto-foto, kafe, lorong duduk & istirahat, mushala wanita, mushala pria, toilet wanita, toilet pria.

Kemudian, begitu lewat mulut gua segera kita menuruni perut bumi. Seluruhnya 132 undakan atau anak tangga, sampailah kita di dasar gua. Atau pada kedalaman 40 meter dari permukaan tanah. Panjang terowongan total 4 km. Dengan satu pintu masuk dari arah Panorama, jika jalan langsung ke arah pintu di ujungnya hanya sekitar sekilo. Ada tiga pintu ke luar di bagian darah Bukit Apik. Tapi cuma dua yang berfungsi. Satu persis di bawah tebing gardu panorama, telanjur ditutupi sampah.

Di dalam gua ada penerangan listrik. Lantainya dilapisi konblok. Dinding serta langit-langit dipoles semen. Menurut Azwarman — Kepala Seksi Sarana Prasarana Kantor Pariwisata Bukittinggi, pemolesan dinding serta langit-langit gua ini dilakukan tahun 1974. Ketika terjadi gempa hebat beberapa waktu lampau, ada bagian terowongan yang retak. Tapi hanya lapisan semen saja. Sedangkan tanahnya tetap utuh. Unik juga konstruksi tanah di bawah Kota Bukittinggi ini. Sebab bagian lain yang merupakan tebing kota ini ada yang runtuh. Longsor parah terjadi di tebing seberang, bagian dari Nagari Kotogadang.

Pengumuman pada panil di gerbang gua, tinggal sebatas catatan di atas kertas, rupanya. Sepanjang lorong yang dilewati, masih berupa lubang asli buatan Jepang. Ada ruang amunisi, yang diberi pintu terali besi. Di bagian kiri kanan dinding menjelang mulut gua untuk keluar, ada mushala masing-masing untuk pria dan wanita. Juga toilet sendiri-sendiri, yang kini masih terkunci. Belum ada air masuk ke sini. “Bak airnya sudah lama dibikin di atas,” kata Azwarman. “Tapi sampai sekarang belum juga disambungkan pipa ke sini”.

Menarik dicatat adalah lokasi yang dituliskan sebagai Ruang Romusha alias pekerja paksa (lihat juga : Tak Ada Kerja Paksa). Tampaknya untuk membuat “Lobang Jepang” sebagai objek wisata, perlu dilengkapi dengan riset yang akurat datanya. Sehingga penyuguhan aneka materi tontonan lain — sebagaimana tercantum pada panil di gerbang, memang memperkaya khazanah pengetahuan publik secara sahih.

Sedikit tambahan, para petinggi Kota Bukittinggi mungkin pernah ke Mesir. Tentu sempat menyaksikan piramida peninggalan zaman Fir’aun tempo dulu. Ini sudah lama dijadikan tontonan khas di waktu malam. Puluhan lampu sorot bermain di padang pasir dihiasi suara, terkenal sebagai sonne et lumiere alias suara dan cahaya.

Juga di Thailand. Ingat, ada film yang dibintangi Alec Guines bernama Bridge on the River Kwai. Jembatan ini dikerjakan tahun 1943 oleh Jepang, dengan mengerahkan tawanan perang yang terdiri dari pasukan Sekutu serta romusha dari Asia. Proyek berdarah ini tulen kerja paksa untuk menghubungkan bagian daerah Thailand dengan Burma. Lokasinya di Provinsi Kanchanaburi, 130 km di barat Kota Bangkok.

Drama sekitar jembatan itu, kini merupakan bahan tontonan malam — menggunakan pola suara dan cahaya pula. Konsep serupa tampaknya bisa diterapkan untuk atraksi khas Lubang Jepang di Bukittinggi.

Tak Ada Kerja Paksa

ADALAH Hirotada Honjyo, lahir 1 Januari 1908, di kota kecil Iizuka, Provinsi Fukuoka, Kepulauan Kyushu, Jepang Selatan. Tamatan Fukultas Hukum, Hosei University, Tokyo, penggemar olahraga rugby ini, bekerja di perusahaan tambang batu bara, Asou Koggyo. Ia beroleh pengetahuan dasar tentang pertambangan dan terowongan. Berikut ini penuturannya yang ditulis tanggal 17 April 1997. Ia meninggal dunia tahun 2001.

Honjyo-san harus membuat “lubang perlindungan” di Ngarai Bukittinggi, atas instruksi Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Bala Tentera Jepang, Letjen Moritake Tanabe. Waktu itu, ia berpangkat Kapten Angkatan Darat, perwira staf keuangan, sebagai jurubayar, untuk merencanakan, membuat dan mengawasi pelaksanaan sebuah “lubang perlindungan”.

Semua berkas mengenai rencana, gambar, spesifikasi dan anggarannya, sudah tidak ada lagi. Semua dibakar sesaat balatentara Jepang kalah, tanggal 15 Agustus 1945, sesuai perintah Panglima Letjen Moritake Tanabe. “Walaupun telah lewat 50 tahun lebih, saya masih ingat menggambarkan dan menyatakan cara pembuatan dan perencanaan pelaksanaan lubang lindungan tersebut,” kata Hojyo-san.

Konstruksinya mulai dikerjakan bulan Maret 1944, dan selesai pada awal Juni 1944. “Hal ini tidak bisa saya lupakan, karena sampai sekarang ada album kenang-kenangan yang saya simpan,” katanya. Pembuatan terowongan dikerjakan di bawah pimpinan tiga ahli tambang batubara, dikirim dari perusahaan Hokkaido — Tanko Kisen Co. Perusahaan tambang batu bara terkenal di Hokkaido ini selama pendudukan balatentera Jepang, juga mengerjakan tambang batubara Ombilin.

Ketiga ahli terowongan itu adalah (1) Ir. Toshihiko Kubota, sebagai ketua, (2) Ir. Ichizo Kudo (3) Ir. Uhei Koasa. Mereka sudah meninggal. Selain dari orang-orang Jepang, ada juga beberapa orang Indonesia yang bekerja di tambang batubara Ombilin diperbantukan mengerjakan “lubang perlindungan” ini.

Konstruksi lubang perlindungan tersebut dijalankan menurut pembagian peranan keahlian, dengan contoh “sakiyama” membuat tambang batubara yang digali, kemudian diteruskan dengan “atoyama” atau mengambil galian “sakiyama” tersebut. Jadi “atoyama” dikerjakan sesudah pelaksanaan “sakiyama.” Urusan “sakiyama” dikerjakan oleh ahli-ahli bangsa Jepang, kemudian secara “atoyama” dikerjakan orang-orang Indonesia dan buruh-buruh harian.

Mereka yang menggali dan membuat dinding kayu untuk menahan reruntuhan. Lubang dibuat sempit, dapat dilalui seorang dengan membawa alat-alat pengebor, sehingga tidak dapat dikerjakan oleh banyak orang. Tiap hari rata-rata memerlukan tenaga kerja 50 atau 100 orang. Para pekerja ini didatangkan dan disediakan oleh Kantor Kotapraja Bukittinggi, yang terdaftar dan dibayar sebagai buruh harian. Mereka membawa bekal makanan sendiri untuk makan siang.

“Saya adalah seorang perwira staf keuangan, sebagai ahli jurubayar dan selama bertugas tidak menggunakan kekuasaan tentara dan fasilitas lainnya,” kata Honjyo-san. “Kepada saya diperbantukan seorang sersan dari Markas Besar Panglima dan beberapa lori untuk keperluan angkutan kerja”.

Selama tiga bulan bertugas, katanya, tidak ada terjadi insiden atau kecelakaan. Dan selama bertugas tidak menggunakan senjata, baik senjata berupa pedang samurai maupun senjata api lainnya. “Lubang perlindungan Jepang” itu tidak merupakan benteng pertahanan. tapi hanyalah lubang untuk melindungi diri. Supaya terhindar dari serangan bahaya udara.

Instruksi Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang itu menyebutkan lagi: (1) membuat sebuah lubang perlindungan yang bisa menahan getaran letusan bom sekuat 500kg. (2) membuat lubang perlindungan yang dilengkapi dengan ruangan-ruangan untuk keperluan Markas Besar, ruang kantor dan fasilitas-fasilitas lainnya untuk keperluan Divisi ke-25 Angantan Darat.

Konstruksi lubang perlindungan tersebut tidak rahasia dan tidak ada yang perlu dijaga. Untuk bisa menahan getaran letusan bom di atas 500kg, perlu penggalian sedalam 40-meter dari permukaan bumi atau 20-m dari ujung penggalian jurang tebing. Untuk menguatkan dan kokohnya dinding lubang, dibuat bentuk “torii-gumi” — menyerupai pintu depan lambang agama Shinto. Yaitu bagian bawah lebih besar daripada bagian atas.

Lubang perlindungan ini terbagai dua. Satu blok khusus untuk keperluan Markas Besar Divisi ke-25 Angkatan Darat. Satu blok lagi yang lebih aman terhindar dari serangan bahaya udara, dapat melindungi dan menyembunyikan diri. Tiap ruangan dihubungankan dengan jalan udara dari ujung jurang tebing yang agak besar sampai ke ujung yang lebih kecil. Sehingga udara segar bisa leluasa berlalu-lintas di dalamnya.

Kapasitas lubang tersebut direncanakan untuk 500 orang. Ditambah dengan k pegawai kantor bisa mencapai 1000 orang dalam keadaan darurat. Di dalam lubang perlindungan tersebut tidak ada dapur. Sebab kalau memasak, akan mengurangi zat asam, mengeluarkan asap yang mengusik oksigen. Dengan kata lain, rancangan membuat kafe di dalamnya nanti perlu dipertimbangkan masak-masak.

Baca Selengkapnya

Danau Atas Bawah / Danau Kembar

1 komentar


Mengapa disebut Danau Atas Bawah, ternyata setelah melihat sendiri ditempat tersebut… hmmm i see… why this place called Danau Atas Bawah, karena dari atas bukit tersebut terdapat dua danau kembar yang berada berseberangan dengan posisi salah satu diatas dan satunya lagi berada agak kebawah.
Baca Selengkapnya

Panorama Ngarai Sianok

0 komentar
Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di perbatasan kota Bukittinggi, dengan Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.

Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.

Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.

Sumber : Wikipedia

Baca Selengkapnya
 

Categories

 

© 2010 Blog Andeskum